Pengikut

Jumat, 13 Desember 2013

aku baik-baik saja :D

langit tetap biru ya..
          Siang yang Indah, Terang, dan bersinar..
          Akankah aku bisa lebih lama menatapnya ??
          Mungkin hingga esok dan esoknya lagi ??
   Tapi, tak selamanya, kan !?
   Nyawa itu seperti baterai..
   Suatu saat akan habis waktunya..
   Baterai yang tak bisa, tak akan bisa diisilagi..
   Sekali habis. Berakhir.
          Semoga Bateraiku ini bisa berguna hingga akhir..
          Tak apa walau dilupakan..
          Setidaknya masih ada yang bisa kulakukan..
          Memberikan yang aku bisa..
          Walau hanya sedikit..
          Itu cukup.
          Aku baik-baik saja..
          TerimaKasih.. Ya Allah..  ^-^
~~~~(^-^)~~~(^-^)~~~~
            Kututup buku catatan biru langit yang baru saja ku isi dengan coretanku itu. Kembali kudongakkan kepalaku menatap langit yang membentang indah. Di bawah pohon rindang di taman belakang rumah. Aku terduduk diam dengan senyum. Langit selalu bisa menenangkan aku. Tak peduli apapun yang terjadi. Langit itu masih tetap membentang. Seakan selalu menemani. Yah.. Aku sangat suka langit. Tak peduli langit itu cerah, mendung, gelap, berawan, atau bahkan badai. Aku tetap menyukainya. Karena Langit itu tetap langit yang sama, langit yang selalu menemaniku. Jadi, jika hanya karena sedikit perbedaan aku tak harus langsung membencinya, kan?? Dan aku—
            “Hayoo~??” Sebuah suara menghentikan acaraku menatap langit. Aku hanya melirik sekilas. Tak perlu menoleh. Aku tahu persis suara siapa itu. “Hei! Ini waktunya Lunch, tahu!?” Orang itu kini sudah ada di depanku. Seorang cowok dengan kemeja biru gelap yang dibiarkan tak terkancing memperlihatkan kaos hitam polos dibaliknya. Juga rambut acak-acakannya. Sangat terlihat urakan kurasa. Tapi, begitulah dia. Teman kecilku. Davi.
            “Aduh! Hobi banget sih ngelamun.Udah ayo ke rumah. Dari dulu pasti larinya ke sini.” Ia tampak meletakkan keduatangannya di belakang kepala. Matanya menelusuri taman yang sudah ada dari dulu itu. Taman yang tidak berubah. Tidak bertambah buruk ataupun baik. Kurasa yang merawat memang orang yang sebatas merawat saja. Tidak ada kreatifnya sama sekali.
            “Huehh.. iya, iya.. Tuan Daviano.Aku tau kok. Ya udah ayo langsung pulang yuk!” Aku pun berdiri membawa buku danpensil yang kubawa tadi. Buru-buru berjalan pulang dengan wajah sok cemberut.Siapa tau si Davi jadi bersalah atau apaan gitu, tapi ya kayaknya enggakmungkin. Dia tau persis sifat aku sih. Yahh.. Gini gak enaknya punya temen yang ngerti banget sama kamu. Entah apa aja yang dia tahu. Menurutku hampir semuanyasih ngeliat kita udah kenal dari zaman enggak enak sampai sekarang.
            “Gak usah sok pura-pura cemberut deh! Gak ngaruh.” Davi berjalan mengikutiku dari belakang sambil tetap menekukkedua tangannya dibelakang kepala. Dan tuh kan, dia tau.
            “What? Siapa juga yang ngambek?! Nggak tuh! Biasa aja.” Aku kembali menyahut sekenanya dan aku yakin sekarangdia lagi senyum setan deh. Uuhh.. Kenapa aku gak bisa acting rada bagusan dikitsih. Kata-kata gak bermutu dan nggak kreatif sama sekali. Pasti Tanya kenapa,kan?? Soalnya kalo aku dibilang sok cemberut atau ngambek pasti balesnya gitu. Pasti udah! Harga mati! Dan itu bikin si Davi makin kambuh Usilnya. Tapi, hari ini aku nggak mood buat ngeladenin dia yang kambuh. Jadi..
            “Aku duluan yaa!” Dengan tiba-tibaaku mempercepat langkahku. Lari. Kabur dari si Davi yang kayaknya bakal kambuhusilnya itu. Nggak peduli Davi yang kaget dan teriak-teriak ke aku.
            “Eh! Kamu gak boleh lari-lari!” Teriakan Davi yang cukup keras itu tidak aku pedulikan. Aku hanya terus berlari. Cukup lama. Karena memang jarak rumah dan taman itu lumayan jauh, sih. Tapi, aku nggak peduli. Aku pengen lari-larian. Kejar-kejaran. Itu menyenangkan, kan!?
            Aku terus saja berlari. Tapi, perlahan nafasku mulai terengah-engah. Ah, bukannya saat lari memang begitu?! Aku pun tak menghiraukannya. Tapi, kenapa rasanya bernafas semakin sulit? Sesak? Aku masih tidak mencoba menghiraukan. Oh, Ayolah.. Aku bahkan belumsampai sepuluh menit berlari. Aku nggak seburuk itu, kan?! Nggak selemah itu,kan?! Bukannya aku benar-benar ingin jadi cewek yang agak berandal. Cewek kuat yang nggak selalu ditolong sama orang lain. Selalu dikasihani. Hahaha.. Mirisya. Tapi, itu cuma angan-anganku ya?! Aku tetap mencoba berlari tapi nafaskusudah semakin terengah, terputus-putus. Walau aku berlari sekalipun langkahkusemakin berat. Pelan. Pandanganku juga mengabur. Seperti rabun jauh yangmencoba melihat benda-benda jauh. Tak jelas sama sekali. Dan sepersekian detikpandanganku menghitam dan kurasakan aku seakan melayang. Begitu Ringan.
.---\\\\\---.
            Biru. Hal pertama yang ditangkap mataku ketika terbuka. Biru?? Itu berarti aku ada dikamarku yang memang hampirsemuanya didominasi warna biru cerah itu. Azure. Sepertinya aku pingsan lagi ya?! Haahh~ tidak keren sama sekali. Aku mengedarkan mataku kesekeliling ruangan. Tidak ada siapa-siapa. Yap! Bagus! Ah! Pasti kau berpikir begini ‘Bukankah biasanya selalu ada yang menemani di samping tempat tidur saat seseorang pingsan?’ Tapi ya aku bosan. Sejak dulu selalu saja ada yangmenemani. Itu menyusahkan orang lain kurasa. Apalagi dilihat dari ‘Intensitas Pingsan’ku yang sudah seperti kebiasaan. Jadi, bukankah itu mengganggu orang.Toh, mereka masih punya kepentingan lain.
            Aku mulai menegakkan badanku. Dudukmenyandar di sandaran kasurku. Tanganku bergerak ke samping kanan mencari gelas air yang sudah pasti ada di sana. Kuangkat gelas itu dan mulai meminumnya. Air berwarna bening itu mengaliri tenggorokanku. Dan kembali kuletakkan gelas itu setelah air di gelas itu berkurang setengahnya. Aku berdiam sebentar. Tidak tahu sudah pukul berapa mengingat dikamarku ini tidak ada yang namanya jam dinding ataupun jam weker. Selalu saja aku tidak boleh melihat hal-hal yang berhubungan dengan waktu, baik itu jam ataupun kalender. Orang tuaku bilang mereka khawatir. Tapi, ya mereka tidak bisa dibilang salah. Toh mereka mengkhawatirkan aku. Kau tahu kenapa?? Karena mungkin bateraiku tinggal menunggu waktu untuk habis. Tak lama lagi.
            Ah! Jangan katakan kau berpikirtentang ‘Kasihan’ atau semacamnya. Sudahlah! Sudah banyak yang berkata begitu.Tapi, aku tidak apa. Aku baik-baik saja. Ya mungkin berbeda jika kau bertanya tentang sakitku. Aku tidak mungkin berkata baik-baik saja. Karena dilihat darimanapun keadaanku memang buruk. Badanku benar-benar kurus walau tidak sampai tulangku terlihat. Kulitku juga pucat, aku merasa benar-benar jadi semakin putih jika dibanding yang lain. Staminaku juga benar-benar parah. Tidak perluberlari. Bahkan hanya berdiri tanpa menyandar selama lima belas menit saja akusudah melihat gelap. Tapi yang aneh mereka selalu bilang walau Wajahku  Sayu tidak terlihat sedih sedikitpun. Akuhanya bisa tersenyum mendengarnya. Sedih?? Kenapa aku harus sedih? Karena aku akan kehabisan bateraiku?! Yah.. Itu cukup menyedihkan memang. Dan kalaupun aku bersedih tidak lantas mengembalikan atau menambah daya bateraiku kan?! Bukannya itu kehendak Allah?? Aku sudah meratapinya sangat lama sebelum aku sadar itu sama sekali tidak berguna. Jadi, apa aku harus meneruskannya?? Terus meratapinya?? Lagi dan lagi?? J
            “Kamu baik-baik saja, sayang?”Sebuah suara lembut menyapaku setelah terdengar suara deritan pintu terbuka.Dan tampak seorang wanita paruh baya dengan wajah kalem yang lelah tersenyummuncul dari ambang pintu.
            “Iya, bu.” Aku hanya menjawab singkat. Tersenyum simpul. Wanita yang tidak lain adalah ibuku itu tersenyum lagi yang aku tahu kalau itu bukan senyum bahagia. Ibu yang mencoba tegar bertahan menghadapi banyak hal yang benar-benar melelahkan. Ah, tidak banyak hanya satu. Aku. Aku yang membuatnya tersenyum sedih itu. Sejujurnya aku benar-benar tidak suka. Tapi, tak ada yang bisa kulakukan. Selain tetap tersenyum. Bertahan. Andai ibu tahu yang paling membuatku sakit adalah saat ibu menatapku dengan sedih, perih, dan luka di mata ibu yang seharusnya bersinar indah. Bukannya redup tenggelam. Bukankah aku selalu bilang ‘Baik-baik saja.’?! Apa ibu pikir aku berbohong? Yah aku tidak bisa menyalahkan ibu juga melihat keadaanku ini. Tapi, aku tetap baik-baik saja. Aku bersyukur. Pasrah padatakdir Allah. Takdir yang tak selalu indah tapi pasti punya sisi Terindah yang bahkan aku atau siapapun tahu.
            “Bu!” Sebuah suara berat masuk ke kamarkumencari ibuku. Ya! Ayahku. Ayah yang seharusnya terlihat tegas dan menakutkan terlihat tidak kalah lelah dari ibu. Hampir sama dengan ibu. Aku hanya bisa menarik nafas untuk tidak menangis bersedih melihat mereka, jika aku menangis itu akan semakin menyakitkan, bukan?!
            “Ayah!” Aku pun berseru pelan.Tersenyum menatap ayahku yang baru saja datang yang dibalas senyum sedih itu.
            “Tadi aku pingsan lagi, ya?! Dan Davi mana? Pasti dia yang ngegendong aku pulang.” Aku mencoba bercanda tapi sayang itu tidak ber-efek kurasa. Karena mereka masih terlihat sedih. Justru, semakin sedih. Ya Allah..
            “Yah? Bu? Davi dimana?” Aku kembali bertanya. Tidak mau membiarkan dada ini bertambah sesak.
            “Davi tadi pulang dulu. Ada telfon, katanya penting.” Ibu menjawab, kembali tersenyum. Aku tersenyum sambil mengangguk. Pantas tadi nggak ada yang nemenin aku. Kan dia yang paling susahdibilangin kalau masalah nemenin aku. Dia itu temen sejak kecilku yang baik banget. Orang tua kita juga kenal baik. Bahkan, dua pihak pada sepakat mau nge-jodoh-in kita berdua. Dan mereka berencana gitu sejak kita SD loh! Aduhhh..Kok serasa niat banget, yah?! Tapi, itu bisa berarti si Davi calon aku dong! Huwaaa.. Jadi serasa malu sendiri deh. Berasa perlu nutupin muka, nih.
            “Kamu nggak sholat dulu?” Ayah yangkini bertanya. Aku menoleh ke arah ayah. Tadi sebelum ke taman aku udah sholatAshar. Dan sekarang sholat apa? Moga aja masih sholat Maghrib. Masa’ aku punya utang Shalat lagi. Jadi mending Tanya aja. “Sekarang sholat apa yah?”
            “Tenang aja! Masih Maghrib! Kamu gak utang sholat.” Ayah menjawab. Seakan bisa membaca pikiranku ini. Aku nyengirsambil garuk-garuk kepala. Ayah dan ibu pun tertawa kecil melihatku ini. Ah..Coba dari tadi ketawa gini.
            “Ya udah! Ayo sekarang wudhu’ dulu.Terus sholat. Maghrib itu bentar loh waktunya.” Ibu kembali berucap. Lalu meraih tanganku menuntunku berjalan. Akupun hanya menerima dengan senyum. Semuanya baik-baik saja. Aku baik-baik saja. J
~~~~(^-^)~~~(^-^)~~~~

            Ya Allah..
Segala puji bagi-Mu..
Terima kasih atas semua yang Engkau beri..
Hidupku.. Orang tuaku.. Temanku.. Dan semua yang peduli padaku..
Semuanya begitu Indah..
Tak terkatakan. Tak tergantikan.
Berilah aku dan Keluargaku Kebahagiaan
Di Dunia dan di Akhirat..
Dan aku pasti baik-baik saja..
Karena Engkau bersamaku..
Aamiinnn.. Ya Rabbal ‘Alamiinnn..

~~~~~~~~~~~(^-^)~~~~~~~~(^-^)~~~~~~~~~~~

Iki nge-tag'e Random.. Dadi pokok'e sak tepak'e tak tag mbek aku.. Asline sek akeh seng arep tak tag, tapi aku bingung sopoan.. Hehe
Ato enek saran sopo seng perlu di-tag?? :D

Piye?? Enek komen?? Ceritane piye?? Aneh?? Gak Jelas?? Amburadul?? Hehehe.. Yo kan maklum amatiran..
Kritik dan saran tak enteni loh~
Semoga menghibur yo~

keajaiban mimpi :*

sebenarnya apa arti sebuah mimpi ?
mimpi yang selalu merasuk kedalaam sukmaku..
merangsang setiap sel sel otak ini..
mimpi ini melukiskan seberkas kisah..
kisah seorang kekasih..
mimpi ini menjadi sebuah cambuk..
yang membuatku berfikir..
berfikir tuk sadar..
sadar dari setiap..
fenomena-fenomena ajaib mimpi ini..
segerombolan embun yang selalu menemani..
ketika ku bermimpi ditidurku..
dan sinar sang mentari yang selalu menemani..
ketika ku terbangun dari tidurku..
sungguh berat ketika..
setiap kehidupanku ketika itu terjadi..
bermimpi dan memimpikan..
jika seandainya dia tau..
apa mimpi mimpi ini..
mungkin dia hanya bisa menertawakanku..
ya..
aku anggap itu adalah bahan untuk ditertawakan..
namun saat kau telusuri..
dan kau selami apa mimpi mimpiku..
mungkin kau akan tahu..
seberapa besar aku mencintaimu...
seberapa lama aku memikirkanmu..
dan jika kau berfikir sejak kapan aku mencintaimu ?
jawabannya adalah saat pertama kali..
aku melihatmu..
memang ini gila..
namun ini lah mimpiku..
mimpi mimpi yang slalu kusimpan..
dalam kantong asmaraku..
mimpi mimpi yang slalu menemaniku disaat ku merindukanmu.
merindukan kahadiranmu disisiku..
mimpiku adalah keistimewan..
istimewa itu adalah kamu..
dan kamu..
adalah..
mimpi terindahku...

Senin, 02 Desember 2013

cassandra_cinta terbaik

Jujur saja ku tak mampu 
Hilangkan wajahmu di hatiku 
Meski malam mengganggu 
Hilangkan senyummu di mataku 
Ku sadari aku cinta padamu
Meski ku bukan yang pertama di hatimu 
Tapi cintaku terbaik untukmu 
Meski ku bukan bintang di langit 
Tapi cintamu yang terbaik
Jujur saja ku tak mampu 
Tuk pergi menjauh darimu 
Meski hatiku ragu 
Kau tak di sampingku setiap waktu 
Ku sadari aku cinta padamu
Meski ku bukan yang pertama di hatimu
 Tapi cintaku terbaik untukmu 
Meski ku bukan bintang di langit 
Tapi cintamu yang terbaik
Oh meski ku bukan yang pertama di hatimu 
Tapi cintaku terbaik untukmu 
Meski ku bukan bintang di langit 
Tapi cintamu yang terbaik
Oh meski ku bukan yang pertama di hatimu 
Tapi cintaku terbaik untukmu 
Meski ku bukan bintang di langit 
Tapi cintamu yang terbaik (cintaku yang terbaik)
 Tapi cintamu yang terbaik (cintaku yang terbaik)
 Tapi cintamu yang terbaik